Takdir Inzaghi

Roger Barnsley, seorang psikolog asal Kanada, pada tahun 1980-an, menemukan sebuah fenomena yang ia beri nama Fenomena Usia Relatif.

Fenomena ini ia ungkapkan setelah melakukan riset terkait bulan kelahiran pemain hoki di Kanada, yang bermula ketika ia melihat daftar pemain tim Medicine Hat Tigers – sebuah tim hoki di Liga Major Junior A.

Dari daftar tersebut, terdapat informasi perihal tanggal, bulan, serta tahun kelahiran para pemain. Seusai memperhatikan informasi tersebut dengan seksama, terdapat sesuatu yang menarik perhatiannya. 14 dari 25 pemain Medicine Hat Tigers atau sebesar 56 persennya, lahir diantara bulan Januari, Februari, dan Maret.

Penasaran dengan hal tersebut, Barnsley yang dibantu istri dan rekannya, melakukan pencarian informasi lebih lanjut mengenai bulan kelahiran para pemain hoki yang berlaga di Liga Hoki Junior Ontario disertai statistik penampilannya. Hasilnya ternyata tidak jauh berbeda. Bulan Januari mendapat peringkat pertama sebagai bulan kelahiran terbanyak bagi para pemain, yang disusul kemudian oleh bulan Februari, dan ketiga bulan Maret.

Hasil di level junior, membuat Barnsley menjadi semakin penasaran untuk melihat data di level tertinggi yaitu National Hockey League (NHL) yang merupakan kompetisi hoki terbesar di Kanada dan Amerika Serikat. Semakin digali, semakin terkuak bahwa 40 persen pemain bagus di NHL lahir antara bulan Januari hingga Maret, 30 persennya antara bulan April sampai dengan Juni, 20 persennya di bulan Juli sampai September, 10 persen sisanya berada di bulan-bulan penghujung tahun (Oktober hingga Desember).

Berdasarkan hasil riset Barnsley, tentu kita bertanya-tanya mengapa mereka yang sukses menjadi pemain hoki di Kanada, sebagian besarnya lahir pada trisemester awal, dan hanya sedikit pada trisemester akhir. Penjelasan terhadap fenomena tersebut terletak pada batasan usia penerimaan untuk berbagai kelompok usia olahraga hoki di Kanada, yang menetapkan tanggal 1 Januari sebagai batas akhirnya.

Mengapa hal tersebut berpengaruh besar?, karena semakin “tua” seseorang dalam sebuah kelompok usia membuat perbedaan besar terutamanya dalam hal fisik.

Sebagai contoh, pemain yang berusia 10 tahun pada tanggal 2 Januari dengan pemain yang berusia 10 tahun pada tanggal 31 Desember di tahun yang sama, walau berada dalam kelompok usia yang sama, sebenarnya mempunyai beda usia hampir mencapai 1 tahun. Hal tersebut memberikan perbedaan siginifikan terkait kondisi fisik dan tingkat “kematangan” diantara kedua pemain, apalagi di masa-masa pertumbuhan.

Hoki sebagai olahraga yang tidak lepas dari body contact yang intens, menuntut siapa saja yang hendak terjun ke bidang ini untuk memiliki fisik yang kuat dan prima karena akan banyak terjadi duel fisik di lapangan. Jadi sangat masuk akal ketika kompetisi pada level kelompok usia berlangsung, tim pelatih akan memilih pemain yang mempunyai keunggulan fisik serta kematangan yang lebih baik, dimana dengan begitu mereka yang lebih tua usianya mempunyai peluang lebih besar untuk berlatih dan bermain lebih banyak dibandingkan rekan setimnya yang berusia lebih muda.

Image Credit: https://vocasia.id/blog/olahraga-hoki/

Sebagai informasi, tidak semua pemain diikutsertakan dalam laga tandang, jadi mereka yang terpilih akan mendapatkan pelatihan dan menit bermain yang lebih melimpah ketimbang yang tersisihkan.

Dengan pengalaman lebih bejibun, pemain yang lebih “tua” tersebut mempunyai kesempatan lebih besar untuk direkrut oleh klub hoki profesional serta berpeluang lebih terbuka menjadi atlet hoki yang sukses di masa depan.

Apa kesimpulan yang kita dapat dari hasil riset yang dilakukan oleh Barnsley tersebut?.

Menurut saya sendiri, ternyata kesuksesan seseorang tidak hanya karena kerja keras yang dilakukan seseorang atau juga bakat yang ia miliki, tapi juga previlege tidak disadari yang sudah ia bawa dari lahir.

Seperti kata Steve Jobs:

You can’t connect the dots looking forward; you can only connect them looking backwards. So you have to trust that the dots will somehow connect in your future. You have to trust in something – your gut, destiny, life, karma, whatever. This approach has never let me down, and it has made all the difference in my life“.

Artinya apa Bang Messi? :

“Anda tidak bisa menghubungkan titik demi titik ke depan; Anda hanya bisa menghubungkan titik-titik tersebut ke belakang. Jadi, Anda harus mempercayai bahwa titik-titik tersebut akan menghubungkan masa depan Anda. Anda harus mempercayai sesuatu – keberanian Anda, takdir, hidup, karma, apapun. Cara ini tidak pernah mengecewakanku, dan itu telah membuat semua perbedaan dalam hidupku”.

Bulan lahir seseorang, di negara mana ia dilahirkan, oleh orang tua seperti apa ia dibesarkan, lingkungan dimana ia berada, serta faktor-faktor lainnya, menjadi titik demi titik yang menjadi pembeda kondisi seseorang di masa depan, dalam kasus ini perihal menjadi pemain hoki kelas dunia yang sukses.

Jadi jangan pongah ketika merasa sudah sukses dengan berujar: Hasil Tidak Mengkhianati Usaha,  seolah-olah sukses digenggam hanya karena usaha keras yang kita lakukan, karena titik demi titik menuju ke arah kesuksesan sudah dirancang Tuhan sebelumnya. Kalau sebagai muslim, kita meyakini bahwa perkara urusan seseorang berupa kesuksesan, kemalangan, hidup, mati, jodoh, serta berbagai hal lainnya, sudah selesai ditetapkan oleh Allah dalam kitab Lauhul Mahfudz yang dibuat sebelum alam semesta ini berbentuk.

Hasil riset yang menarik dari Barnsley ini, saya ketahui setelah membaca buku Outliers karya Malcolm Glazer.

Awalnya saya tertarik membeli buku Outliers karena mengira bahwa saya akan mendapat insightinsight terkait pengembangan diri terutamanya menjadi ahli di bidang yang saya geluti, berhubung begitu banyak resensi yang berseliweran di internet terkait buku Outliers ini, membahas hal tersebut. Hampir sebagian besar resensi yang saya temukan di internet (dalam Bahasa Indonesia) mengulas kaidah 10 ribu jam, dimana katanya diperlukan waktu 10 ribu jam untuk menjadi ahli pada bidang yang kita jalani.

Ternyata setelah selesai membaca keseluruhan isi buku tersebut, pembahasan mengenai kaidah 10 ribu jam merupakan 1 dari 12 bab yang terdapat pada buku Outliers. Setiap bab memiliki pembahasan yang berbeda, namun akhirnya membentuk sebuah benang merah berupa kejadian yang menimpa seseorang baik itu dalam bentuk yang dirasa sebagai sebuah kesuksesan ataupun kemalangan, yang jika dirunut ke belakang sudah bagian dari rancangan Yang Maha Kuasa.

Seperti contoh lainnya, pada bab kedua bagian pertama dengan judul Kaidah 10.000 Jam, sebuah bab pada buku Outliers yang seperti saya singgung sebelumnya merupakan bagian yang paling banyak diresensi. Bab ini membahas bagaimana orang-orang seperti misalnya Bill Joy, seorang jenius pendiri perusahaan Sun Microsystems – perusahaan besar yang bergerak di pembuatan semikonduktor dan perangkat lunak, ataupun Bill Gates – yang sepertinya semua orang sudah tahu, selain memang mereka jenius dan pekerja keras dengan banyak mengalokasikan waktunya untuk berlatih, memperbaiki kesalahan, serta melakukan inovasi pada bidang yang mereka geluti, namun faktor seperti zaman dimana mereka berada, akses besar mereka terhadap komputer di kala itu – sebuah keuntungan luar biasa yang tidak dapat oleh sebagian besar penghuni planet bumi pada masa tersebut, serta sederet kesempatan luar biasa yang menghinggapi mereka, mengantarkan mereka menuju puncak kesuksesan.

Tidak hanya soal kesuksesan, di buku Outliers juga membahas contoh kasus kemalangan yang terjadi, tidak terlepas dari negara mana ia lahir dan dibesarkan, dimana budaya sungkan yang berlebihan terhadap senior yang telah mengakar di sebuah negara, menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang yang menewaskan ratusan orang.

Bagi saya, buku Outliers membahas takdir dengan agak lain, melalui beragam data dan fakta yang membuatnya menjadi sebuah sajian yang menarik, yang sekaligus meningkatkan keyakinan saya terhadap Qada dan Qadar Sang Pencipta.

Untung dan Buntung Inzaghi

Semenjak “diserang” Corona, Sunning tak lagi seperti yang dulu. Jika sebelumnya mereka rela aja dikibulin Kia Joorabchian buat keluar duit gede demi dua pemain yang hanya numpang lewat saja di INTER, sekarang justru mereka berupaya supaya dapat cuan banyak dari hasil jualan pemain.

Keolengan Sunning membuat Conte yang rewel dan banyak tuntutan, memutuskan untuk berpisah. Padahal saat itu kondisi masih tengah “bulan madu” selepas merengkuh scudetto yang telah lama dinanti, tapi Conte tak segan buat “talak” INTER.

Dengan kondisi keuangan yang kembang kempis, manajemen berupaya mencari profil pelatih pengganti yang paling pas dengan keadaan tim. Manajemen melakukan scanning terhadap pelatih-pelatih potensial yang nggak cerewet dengan gaji yang jauh lebih rendah daripada yang mereka keluarkan buat Conte.

Mereka pun meninjau formasi tim yang digunakan oleh calon pelatih anyar pada tim-tim sebelumnya. Manajemen terlihat menginginkan formasi yang dipakai pelatih baru nantinya tetap menggunakan pola 3-5-2 atau variasi lain dari skema tersebut. Hal ini dilakukan supaya para pemain yang telah khatam dengan formasi tersebut dengan Conte, tidak perlu mengalami adaptasi yang terlalu lama dengan ide dan keinginan pelatih baru.

Telah mengenal Serie-A, formasi favorit 3-5-2, serta diketahui tidak cerewet terhadap manajemen, menjadi penghubung antar titik yang telah dibuat Inzaghi di masa lampau yang juga terkait dengan kondisi INTER, yang mengantarnya menuju tampuk pelatih kepala INTER MILAN untuk menggantikan Conte mulai musim 2021/2022.

Saya mengira juga terdapat pemikiran dari manajemen bahwa Inzaghi dapat berbuat lebih jika dikasih skuat yang jauh lebih baik ketimbang apa yang ia dapatkan selama membesut Lazio. Siapa tahu Inzaghi mampu mengikuti jejak Allegri yang menggondol 5 kali scudetto secara beruntun bersama Juventus serta sanggup menembus final UCL sebanyak 2 kali, dengan skuat warisan dari Conte.

Pemikiran manajemen tersebut memang terbukti. Inzaghi dapat meraih hasil terbaiknya hingga saat ini dalam karier kepelatihannya di gelaran Serie-A dengan mampu menduduki posisi runnerup di musim pertama doi membesut INTER. Selama 5 musim melatih Lazio, peringkat terbaik yang sanggup diraih Inzaghi yaitu peringkat 4 di musim 2019/2020, yang mengantar mereka masuk kembali ke hajatan UCL.

Namun, untuk dikatakan sukses untuk ukuran pelatih di sebuah klub besar dengan status juara bertahan, maka raihan runnerup tidaklah cukup, apalagi beberapa kekalahan yang diderita terlihat melalui keputusan-keputusan yang membuat geleng-geleng kepala, terutama soal pergantian pemain beserta timing pergantiannya, yang berimbas pada performa tim pada pertandingan-pertandingan selanjutnya. Selain itu, Inzaghi terlihat seperti tidak mempunyai mentalitas mengatasi tekanan ketika title race berlangsung, dimana doi tidak mampu membangkitkan kembali semangat juang tim ketika memasuki periode buruk.

Takdir baik pun seolah memang tidak menghinggapi Inzaghi di Serie-A. Pertandingan melawan Bologna, menjadi momen dimana segalanya menjadi rumit. Partai tunda tersebut menjadi laga penuh tekanan karena sudah berada pada ujung kompetisi serta di tengah-tengah perlombaan merengkuh scudetto, eh malah harus kehilangan Handanovic hanya beberapa jam sebelum pertandingan digelar. Pengganti sang kapten malah membuatnya semakin kusut dengan membuat blunder yang berujung kekalahan. Sisanya kita ketahui bersama, tetangga satu kontrakan yang akhirnya menyegel scudetto.

BACA JUGA:

1). Radu, INTER, dan Mindset

2). Jangan Kejar 2 Kelinci Sekaligus

3). [Giornata 17] Roma 22 INTER: Handa yang Doyan Lakuin Mannequin Challenge

4). [Giornata 5 SerieA 21/22] Fiorentina 13 INTER: Pondasi itu Masih Kokoh

5). [Giornata 4 SerieA 21/22] INTER 61 Bologna: Teror Denzel

Menariknya, jika di Serie-A buntung, tetapi Inzaghi untung di ajang dengan format turnamen. Inzaghi berhasil mempersembahan gelar Coppa Italia buat INTER di musim perdananya, setelah 11 tahun lamanya INTER puasa gelar tersebut. Raihan tersebut dilengkapi dengan keberhasilan menggapai juara Supercoppa Italiana, serta kejutan mampu lolos dari fase grup UCL seusai menunggu selama 1 dekade – walau akhirnya harus terhenti di tangan Liverpool di babak 16 besar. Sebuah pencapaian yang tidak mampu dilakukan Conte selama 2 musim membesut INTER.

Jika dirunut kembali dari rekam jejaknya, nasib Inzaghi memang kontras di ajang liga dengan kompetisi berbentuk turnamen. Ketika menukangi Lazio, Inzaghi berhasil membawa Biancocelesti sebagai yang terbaik di ajang Coppa Italia musim 2018/2019, dua kali menjuarai Supercoppa Italiana pada musim 2017/2018 dan 2019/2020, serta sanggup menembus babak 16 besar UCL di musim 2020/2021. Nasib berbeda didapat Inzaghi di ajang liga. Sebagai contoh, pada musim 2017-2018, Lazio tinggal satu inci saja untuk lolos menuju gelaran UCL. Bermain kandang di partai terakhir, cukup mendapat hasil seri aja lawan INTER untuk memastikan bermain di UCL musim depannya, Lazio malah keok 3-2 setelah sempat unggul 2-1. Gelaran UCL yang hanya berjarak kurang lebih 10 menit lagi saja, harus buyar kala gol Vecino mengubur impian Lazio untuk kembali berlaga di UCL – setelah terakhir kali mereka bermain di UCL pada musim 2007/2008.

Contoh lainnya, Lazio asuhan Inzaghi musim 2019/2020 benar-benar sedang on fire. Mulai pekan ke-6 sampai dengan ke-26 atau selama 21 pekan, mereka tidak terkalahkan sama sekali, dan menempel Juventus di puncak klasemen dengan selisih hanya 1 poin. Tidak disangka-sangka, virus Corona mengubah segalanya. Corona yang tengah merebak kala itu di Italia, membuat pemerintah melakukan lockdown, termasuk menghentikan untuk sementara gelaran Serie-A. Selepas kompetisi dapat kembali berlanjut, ternyata mesin yang tengah panas dan momentum yang telah didapat, seperti hilang seketika. Pasca lockdown atau tersisa 12 pertandingan terakhir, separuh laganya atau 6 pertandingan berakhir dengan kekalahan buat Lazio, yang membuat mereka harus melorot ke posisi 4 di akhir musim.

Inzaghi kalau diibaratkan dalam riset yang dilakukan Barnsley terkait pemain hoki yang sukses di Kanada, maka Inzaghi di ajang kompetisi format turnamen ialah Inzaghi yang lahir pada trisemester awal tahun, sedangkan Inzaghi di ajang liga adalah Inzaghi yang lahir pada trisemester akhir tahun.

Peruntungan Inzaghi dan Conte kala membesut INTER memang berbeda 180 derajat. Banyak yang berkelakar, harusnya INTER mempekerjakan dua orang ini sekaligus, supaya hasil yang didapat sama bagusnya, baik ketika berlaga di ajang liga maupun kompetisi dengan format turnamen.

Peruntungan Musim 2022/2023

Beda peruntungan Inzaghi di ajang liga dan kompetisi format turnamen pada musim 2022/2023 yang saat ini tengah berlangung, semakin terlihat kentara.

Sampai dengan pekan 31, INTER sudah mengalami 11 kali kekalahan di ajang Serie-A. Ini adalah jumlah kekalahan terbanyak semenjak musim 2017/2018, yang membuat INTER untuk sementara berada di posisi ke-6, dan mengancam peluang mereka untuk berlaga di UCL musim mendatang.

Capaian busuk di Serie-A bertolak belakang dengan apa yang tengah ditunjukkan anak asuh Inzaghi di ajang kompetisi format turnamen. Menjuarai kembali Supercoppa Italiana, dan saat ini sedang berada di semifinal Coppa Italia dan juga UCL. Hasil gemilang terutamanya mampu menembus hingga semifinal UCL, memang membuat semua penggemar bola terperangah, tak terkecuali dengan fans INTER sendiri yang nggak menyangka langkah INTER bisa sejauh ini di UCL.

BACA JUGA:

1). [Matchday 1 UCL 21/22] INTER 01 Madrid: Unlucky

2). [16 Besar Copa Italia] Fiorentina 12 INTER: Inner Game Seorang Eriksen

3). [Giornata 15} INTER 62 Crotone: Sudah Saatnya Vidal Temani Kolarov di Bench

4). [Giornata 16] Sampdoria 21 INTER: Apa yang sebenarnya ada dalam kepala Conte?

Nasib baik memang seolah terus menyertai Inzaghi di ajang kompetisi dengan format turnamen. Di ajang Coppa Italia, bertemu Parma di babak 16 besar, hanya tinggal berselang 2 menit dari waktu normal untuk mengakhiri langkah mempertahankan gelar Coppa Italia, Toro mampu membuat INTER kembali bernafas lewat gol penyama kedudukannya untuk melanjutkan laga ke babak perpanjangan waktu. Acerbi mengokohkan peruntungan bagus Inzaghi di ajang Coppa Italia, lewat gol penentu kemenanganmya di menit 110. Kisah di babak 16 besar Coppa Italia musim ini seolah mengulang yang terjadi pada babak dan ajang yang sama di musim sebelumnya. Musim lalu, Empoli sudah nyaris menyingkirkan INTER di kandang sendiri, dengan keunggulan 2-1 sampai waktu normal, sebelum tiba-tiba Ranocchia menyamakan kedudukan lewat gol cantiknya selama berkarier di INTER pada masa injury time. Sensi akhirnya memupus kans Empoli untuk membuat kejutan lewat golnya di masa perpanjangan waktu.

Image Credit: inter.it

Masih di ajang Coppa Italia, INTER yang disikat Juventus dua kali saat bertemu di ajang Serie-A, kali ini harus berhadapan di babak semifinal. Pada leg 1, walau bermain di kandang lawan, INTER menunjukkan permainan yang bagus, dengan mendominasi jalannya pertandingan terutama pada babak pertama – hal yang tidak mereka tunjukkan kala bersua Juventus di Serie-A. Sempat tertinggal oleh gol Cuadrado lewat serangan balik cepatnya, dan mengira bahwa INTER sudah bakalan kalah, eh kejadian tidak disangka terjadi.  Hand ball Bremer yang menghadiahkan INTER sebuah tendangan penalti di masa injury time, seakan-akan berkonspirasi untuk menjadi bagian dari nasib baik Inzaghi. Keberadaan Lukaku yang masuk sebagai pemain pengganti semakin memperjelas nasib baik Inzaghi. Lukaku berada pada waktu dan kondisi yang tepat. Rekornya dalam menunaikan tendangan penalti sangat impresif. Tidak terbayang jika Toro yang mengambil tendangan penalti tersebut. Belum berhenti disana saja, keuntungan besar dimiliki INTER untuk menghadapi Juventus di leg ke-2 pada besok subuh (27 April 2023), dengan Big Rom dapat kembali memperkuat INTER setelah Presiden FIGC menganulir hukuman 1 laga buat Lukaku akibat insiden yang terjadi di menit akhir leg 1, selain itu INTER tidak perlu menghadapi pemain culas dan bikin greget seperti Cuadrado yang terkena hukuman akibat meninju Handanovic.

Bertemu Juventus di kompetisi lokal sangatlah sulit. Rekor pertemuan diantara kedua tim menunjukkan hal tersebut. Namun, Inzaghi dengan tangan yang lebih dingin di ajang kompetisi format turnamen, mampu meraih kemenangan-kemenangan penting atas Juventus di ajang Coppa Italia dan Supercoppa Italiana, yang mengantarkan INTER meraup dua gelar tersebut di musim lalu, seperti yang ia lakukan saat membawa Lazio mengalahkan Juventus dua kali di ajang Supercoppa Italiana.

Image Credit: Twitter Account @433

Setali tiga uang dengan raihan di gelaran Coppa Italia, Inzaghi berhasil menembus babak semifinal UCL. Banyak yang menganggap perjalanan INTER menuju babak 4 besar sebatas keberuntungan semata. Undian yang mempertemukan dengan dua wakil Portugal di babak 16 dan 8 besar, menasbihkan hal tersebut. Ya, itu memang keberuntungan yang mungkin bagian dari takdir menyenangkan buat Inzaghi pada ajang kompetisi format turnamen, walau yang mesti diingat, penampilan INTER di ajang UCL kali ini cukup meyakinkan. Berhasil lolos dari grup yang berisi Munchen sama Barca, dengan membuat puyeng Barca dalam dua kali pertemuan di fase grup. Menjadikan Porto yang merupakan juara grup B yang didalamnya terdapat Atletico Madrid, tidak berkutik. Menghempaskan Benfica yang berhasil menjadi juara grup H padahal satu grup dengan PSG dan Juventus, dan bahkan mampu mengalahkan Juventus baik ketika tandang maupun saat menjadi tuan rumah. Kualitas tim yang berhasil INTER kangkangi tidaklah main-main.

Pada babak semifinal UCL, INTER akan berhadapan dengan saudara tiri, Milan.

Secara kualitas, kedua tim dapat dikatakan setara. Berbicara peluang, selama ini peluang derby dapat dibilang selalu 50:50, karena para pemain kedua tim mempunyai motivasi lebih kala menjalani partai derby, walau mungkin salah satunya tengah mengalami tren penampilan yang buruk.

Sekarang, hanya adu nasib baik saja yang akan bertarung. Siapa yang akan mendapatkan keberuntungan, apakah DNA UCL yang selalu digaungkan oleh Milan atau DNA Turnamen miliknya Inzaghi?.

DNA Turnamen vs DNA UCL

Dua partai semifinal di ajang Coppa Italia dan UCL tengah menanti. Kita berharap bahwa tuah Inzaghi di ajang kompetisi format turnamen terus berlanjut hingga tercipta keajaiban sampai mampu meraih dua gelar juara pada kedua ajang tersebut. 

Aamiin.

Tagged , , , , , ,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp chat