UCL tiba
UCL tiba
UCL tiba
Marhaban ya UCL
Marhaban ya UCL
Marhaban ya UCL
Marhaban ya UCL
Gelaran Liga Champions musim 2021/2022 telah dimulai. Perjalanan INTER buat jadi juara di ajang ini lolos dari fase grup, sudah dimulai dini hari tadi. INTER kembali bersua dengan Madrid, Donetsk, tapi tanpa Gladbach. Posisi Gladbach diganti sama tim “polisi” asal Moldova, Sheriff Tiraspol.
Bertemu lagi dengan 2 dari 3 tim yang sama pada fase grup UCL kali ini, membuat kenangan yang masih hangat kembali mengangkat. Dua partai melawan Shakhtar Donetsk menjadi yang paling saya ingat. Bermain dominan, mencetak banyak peluang, namun nggak ada satu pun gol yang bisa diceploskan, serta momen dimana Donetsk diselamatkan oleh “bek tambahan” mereka pada partai terakhir yang menentukan, menjadi hal yang paling tidak terlupakan.
Laga pertama UCL musim ini, INTER harus langsung bertemu dengan raja-nya Liga Champions, Madrid. Sebenarnya dalam dua musim terakhir ini, skuat Madrid tidaklah semenakutkan beberapa tahun yang lalu, bahkan musim lalu mereka kesulitan melawan tim seperti Gladbach dan juga Donetsk. Mereka hanya dapat meraup 1 kemenangan dari total 4 pertemuan dengan 2 tim tersebut, namun sialnya mereka dapat mengambil poin penuh ketika dua kali bertemu INTER.
BACA JUGA:
1). [Giornata 15} INTER 6–2 Crotone: Sudah Saatnya Vidal Temani Kolarov di Bench
2). [Giornata 16] Sampdoria 2–1 INTER: Apa yang sebenarnya ada dalam kepala Conte?
3). [Giornata 17] Roma 2–2 INTER: Handa yang Doyan Lakuin Mannequin Challenge
4). [16 Besar Copa Italia] Fiorentina 1–2 INTER: Inner Game Seorang Eriksen
Dua kali berjumpa dengan Madrid di fase grup musim kemarin, saya melihat bahwa para pemain INTER terlalu menaruh respek yang berlebih terhadap Madrid. Mereka terlihat sudah gentar duluan dengan nama besar Madrid, terlihat dari kurang percaya dirinya para pemain INTER ketika pertandingan berjalan. Para pemain Madrid mengontrol jalannya pertandingan, sedangkan para pemain INTER hanya berharap mereka melakukan kesalahan yang dapat dimanfaatkan menjadi gol.
Hal yang berbeda ditampilkan skuat INTER pada pertandingan pertama UCL musim ini. Sejak awal permainan, para pemain tampil percaya diri untuk mendikte jalannya laga. Para pemain INTER kali ini terlihat sudah tidak “sungkan” lagi kepada Madrid.
Brozovic tampil luar biasa dalam menghadang serangan lawan, serta menjadi dirigen yang apik dalam memulai penyerangan. Hal yang tidak kita temui pada penampilan Brozo dalam dua laga terakhir INTER di Serie-A. Berkat penampilan cemerlangnya tersebut, Brozovic diganjar sebagai pemain terbaik dalam laga tersebut.
Brozovic vs Real Madrid
– 123 touches
– 99 passes
– 91% pass accuracy
– 7 accurate long balls
– 3 tackles and interceptions
– 4 clearances
– 1 goal scoring chance created
– 0 times dribbled past
– Most distance covered (11.8km)
– 1 x UCL Player of the Match pic.twitter.com/bVatgzuiHa— 👑🐉 Perisnitch (@snajaths) September 16, 2021
Penampilan solid dan kompak dari trio bek tengah, terutama ganasnya performa Skriniar, menjadi sebab tumpulnya serangan Madrid khususnya sepanjang babak pertama. Tercatat tidak ada sama sekali tendangan ke arah gawang INTER selama babak pertama berlangsung, dan total hanya 2 tendangan yang mengarah ke gawang Handanovic untuk keseluruhan pertandingan, yang sayangnya salah satunya harus berbuah gol di menit-menit akhir oleh Rodrygo.
Milan Skriniar vs Real Madrid (H) pic.twitter.com/Aqu6zdGaZR
— Inter Comps (@FCIMComps) September 16, 2021
Hal menarik lain yang saya lihat dari sektor lini belakang adalah kinerja Handanovic yang mendingan ketimbang 3 laga awal di Serie-A. Terdapat momen ketika doi akhirnya mau menjatuhkan badannya ketika Casemiro melakukan tendangan dari luar kotak penalti, kemudian tepisannya atas tendangan jarak dekat dari Carvajal, serta tinju melayangnya untuk melakukan halauan umpan silang dari Militao.
Gol yang bersarang pun bukan kesalahan dari doi. Kelengahan para bek khususnya Bastoni yang terlambat menutup pergerakan Rodrygo yang membuat akhirnya bola dapat bersarang ke gawang sang kapten. Penampilannya memang tidak luar biasa dan terbantu dari performa perkasa para bek, namun apresiasi harus disematkan atas upayanya pada laga tersebut.
Handa harus banyak berterima kasih kepada para fans atau pengamat yang banyak mengkritiknya selama ini, yang doi istilahkan sebagai anjing yang mengonggong di jalanan (guk …. guk), karena mungkin dari sanalah bahan bakar untuk memperbaiki diri terhadap kelemahan yang dimiliki.
Harapan saya hanya berharap penampilan normal skiper INTER ini tidak hanya terjadi 2-3 laga saja per musim-nya, tapi konsisten sepanjang musim ini, karena bermimpi Inzaghi berani menurunkan Radu seperti pungguk merindukan bulan.
Permasalahan di Lini Depan
Berkebalikan dengan penampilan istimewa lini belakang dan tengah, kinerja lini depan tidak begitu menggembirakan. Beragam peluang hadir dari Dzeko dan Toro, namun keduanya tidak dapat mengkonversi setiap peluang menjadi gol, selain disebabkan pula oleh penampilan bak tembok dari Courtouis.
Terkait lini depan, selama musim berjalan saya melihat bahwa Inzaghi seperti menginstrusikan Dzeko untuk selalu menjemput bola. Dengan peran seperti second striker yang memerlukan stamina yang mumpuni untuk tetap gahar selama 90 menit, Dzeko dengan usianya yang sudah menginjak 35 tahun, terlihat kewalahan untuk melakukannya sepanjang laga. Terlihat ketika build up, seringkali bola berhasil direbut lawan dari Dzeko, imbas dari stamina yang kedodoran. Pergantian pemain pun dilakukan untuk mengganti Toro dengan Correa dan bukannya Dzeko yang nampak sudah kepayahan.
Inzaghi kiranya perlu mencoba duet Toro dan Correa pada pertandingan selanjutnya, dengan Correa berperan seperti apa yang selama ini doi lakuin di Lazio.
Pergantian Pemain
Salah satu hal kontras yang dapat kita temui dari strategi Inzaghi dengan Conte adalah pergantian pemain. Jika Conte terkenal sangat lambat dan hati-hati dalam mengganti pemainnya, maka Inzaghi malah terlihat terlampau cepat dan frontal.
Inzaghi tak segan langsung melakukan dua pergantian pemain dalam satu waktu ketika babak kedua baru berlangsung tidak terlalu lama. Tidak lama setelahnya juga, doi melakukan hal yang sama. Entah ini yang dinamakan berani atau justru nekat, Inzaghi langsung mengganti dua wing back, Darmian dan Perisic, dengan Dimarco dan Dumfries, yang keduanya memiliki atribut bertahan yang masih kurang bagus. Inzaghi terlihat ingin memforsir penyerangan untuk sesegera mungkin mencetak gol, namun Inzaghi lupa bahwa yang dihadapi ini adalah Madrid. Terlihat ketika Madrid melakukan serangan lewat sayap melalui Vini di kiri dan Vazquez serta Rodrygo setelahnya di sebelah kanan, maka pertahanan INTER lebih mudah untuk dicecer. Bagaimana Vini dengan kecepatan dan kemampuan dribble-nya yang mumpuni, mampu dengan mudah melewati Dumfries, dan menebar ancaman berbahaya di area pertahanan INTER. Untungnya penampilan luar biasa Skriniar mampu untuk meng-cover kebocoran yang terjadi di sisi kanan pertahanan.
Selain itu, sayangnya pergantian pemain yang dilakukan Inzaghi pada pertandingan kali ini juga tidak memberikan dampak yang signifikan. Correa, Vidal, Vecino, serta dua wing back yang telah dibahas sebelumnya, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap permainan INTER di babak kedua.
Hasil Tidak Mengkhianati Usaha?
Terlepas dari kekalahan yang diderita, penampilan INTER melawan Madrid, terutama di babak pertama, menurut saya adalah penampilan terbaik INTER sejauh ini pada musim yang tengah berlangsung. Hal ini seperti mengingatkan saya atas ketidakberuntungan INTER ketika bersua Barcelona dua musim lalu di Camp Nou. Meski kalah juga waktu itu dari Barca, penampilan INTER khususnya babak pertama juga mengundang decak kagum. Kala itu, taktik yang disebut sebagai Calcio Vertikal oleh Conte, berjalan sangat rapih dan mulus, dengan trio Sensi, Barella, dan Brozovic, sebagai motor utama penyerangan.
Usaha luar biasa dari pemain INTER dari laga tersebut ternyata tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Ungkapan hasil tidak mengkhianati usaha nyatanya memang tidak selalu berjalan selaras, selalu ada ketetapan Tuhan yang berlaku atas hasil yang diperoleh, terlepas dari usaha keras yang telah dilakukan.
Akhir kata, walau sudah tersandung di laga perdana, saya hanya berharap bahwa ketetapan Tuhan pada musim ini bisa membuat saya bisa bergadang di tengah pekan untuk nonton INTER di pentas UCL hingga akhir musim ini, dan tidak berhenti hanya sampai di bulan Desember, seperti yang terjadi 3 musim terakhir.
Menurut kamu sendiri gimana penampilan INTER pas lawan Madrid?, masih optimiskah bisa melangkah lebih jauh?. Mari diskusi di kolom komentar.