Ketika pihak klub mengumumkan secara resmi bahwa Antonio Conte bakalan jadi pembesut untuk musim 2019/2020, terdapat keraguan yang menyeruak dalam benak. Bukan masalah mengenai kemampuan melatihnya, karena kita semua tahu bahwa CV Conte sangatlah mentereng di klub dan timnas Italia yang pernah ia tukangi. Ini soal perkara saya merasa INTER kurang berjodoh dengan para penggawa ex-Juventus.
Banyak sekali para pemain yang penampilannya aduhai bersama Juventus, tidak bersinar terang ketika hijrah ke INTER. Begitu pula soal pelatih. Masih teringat bagaimana ekspektasi tinggi saya terhadap Lippi, begitu juga mungkin dengan kamu yang telah mendukung INTER waktu itu. Dengan pencapaian luar biasa Lippi selama melatih Juventus, ditambah sokongan dana melimpah dari Moratti, materi pemain bintang nomor satu, serta berbagai faktor lain yang mendukung untuk merengkuh juara, membuat presiden dan elemen klub lainnya, serta tentunya para fans INTER di seluruh dunia, mempunyai harapan besar bahwa musim 1999/2000, akan menjadi musim pelepas dahaga gelar puasa Liga Italia. Namun hasilnya sangatlah jauh api dari panggang. Jangankan untuk membawa INTER scudetto, bahkan ikut perburuan sampai akhirnya saja tidak. Lippi hanya sanggup mengantar INTER di posisi ke-4 klasemen akhir Liga Italia, terpaut hingga 14 poin dari sang juara, Lazio.
Oleh karenanya saya tidak terlalu optimis ketika Conte akhirnya ditunjuk sebagai pelatih INTER, berkaca apa yang terjadi di masa lalu. Apalagi ditambah kondisi yang berbeda dengan waktu itu. Sunning tidak se-jor-jor-an seperti laiknya Moratti dan komposisi pemain belum sekuat dan sesolid Juventus yang telah mendominasi liga dalam waktu yang lama. Namun seperti yang telah kita ketahui bersama, Conte berhasil membalikkan semua ke-sangsi-an saya terhadapnya hanya dalam kurun waktu dua musim saja dan membawa INTER kembali ke tempat yang seharusnya.
Penunjukkan Inzaghi
Di kala saya sudah berangan-angan bahwa INTER akan mengalami kembali periode mendominasi Liga Italia – tentunya dengan Conte sebagai nakhoda-nya, seperti yang pernah INTER lakukan mulai musim 2005/2006 hingga puncak capaian treble pada musim 2009/2010, kabar buruk harus saya terima. Bak petir di siang bolong, Conte tidak mau melanjutkan masa baktinya di INTER, karena keinginan doi sudah tidak sejalan dengan Sunning. Ditambah dengan penjualan Hakimi dan Lukaku – dua pemain yang berkontribusi besar dalam meraih scudetto, angan-angan tersebut seperti buyar seketika.
BACA JUGA:
1). [Giornata 4 Serie–A 21/22] INTER 6–1 Bologna: Teror Denzel
2). [Matchday 1 UCL 21/22] INTER 0–1 Madrid: Unlucky
3). [Giornata 15} INTER 6–2 Crotone: Sudah Saatnya Vidal Temani Kolarov di Bench
4). [Giornata 16] Sampdoria 2–1 INTER: Apa yang sebenarnya ada dalam kepala Conte?
5). [Giornata 17] Roma 2–2 INTER: Handa yang Doyan Lakuin Mannequin Challenge
6). [16 Besar Copa Italia] Fiorentina 1–2 INTER: Inner Game Seorang Eriksen
Dengan keluarnya Conte, saya hanya berharap bahwa pelatih penggantinya merupakan pelatih dengan mentalitas juara layaknya Conte. Dari opsi yang tersedia waktu itu, Allegri menjadi pelatih impan saya untuk mengganti posisi Conte, dengan asa bahwa Allegri bisa melanjutkan pondasi yang telah dibuat oleh Conte, seperti yang pernah ia lakukan ketika mendapat tongkat estafet kepelatihan dari Conte sewaktu di Juventus.
Namun ternyata Allegri memilih untuk kembali ke pangkuan si Nyonya Tua untuk berusaha merajut ulang kisah suksesnya di masa lampau. Pilihan pelatih yang tersaji semakin sedikit, apalagi ditambah dengan kondisi keuangan klub yang terbatas. Dan akhirnya pihak klub menunjuk Simone Inzaghi sebagai suksesor Conte, dengan banyak yang memprediksi bahwa penunjukkan itu terkait erat dengan formasi favorit Inzaghi yang tidak berbeda dengan Conte.
Sama halnya dengan awal penunjukkan Conte, kali ini saya pun diliputi keraguan, bahkan lebih besar. Sekarang bukan masalah jodoh-jodohan, akan tetapi track record Inzaghi di klub sebelumnya yang belum pernah ia bawa scudetto. Banyak orang yang memakluminya karena ia hanya membesut Lazio yang sebagian besar diisi pemain semenjana dengan ketimpangan besar antara pemain inti dengan cadangan. Berlabuh ke INTER, dengan skuat yang lebih mumpuni serta kedalaman yang bagus, Inzaghi diperkirakan dapat berbicara lebih banyak lagi. Namun yang perlu diperhatikan juga bahwa tuntutan dan tekanan yang akan dialami Inzaghi di INTER pun bakalan jauh lebih tinggi dan berbeda dibandingkan dengan yang ia dapatkan di Lazio, selain itu Inzaghi belum pernah berpengalaman dalam pacuan menuju scudetto – sesuatu yang memerlukan strategi dan mentalitas yang kuat dalam menjalaninya. Dan hal tersebut yang membuat saya masih ragu terhadap Inzaghi. Mampukah ia menghadapi kesemuanya itu?.
Pondasi itu Masih Kokoh
Keraguan terhadap Inzaghi dan tim sedikit terkikis, ketika INTER bersua Fiorentina dalam lanjutan pekan ke-5 Serie-A. Bukan hanya soal kemenangan 3-1 yang diperoleh, namun bagaimana para pemain masih menunjukkan mentalitas sebagai sang juara. Mendapatkan tekanan hebat selama babak pertama berlangsung serta kebobolan terlebih dahulu, para pemain tampak tidak panik memasuki babak kedua. Mereka berhasil membalikkan keadaan dengan penampilan yang meyakinkan, sesuatu hal yang biasanya sulit dilakukan INTER terutama ketika berada dalam masa “kegelapannya” dulu.
Mentalitas pemenang masih ter-install dalam diri para pemain terutamanya yang musim kemarin ikut mengantarkan INTER menjadi scudetto. Pondasi yang dibangun dengan kokoh selama dua musim oleh Conte masih tampak kuat bersemayam dalam diri pemain, dan untuk sementara waktu ini berhasil “dirawat” oleh Inzaghi.
Musim masih sangat panjang, penilaian final terhadap Inzaghi tentunya akan kita simpulkan terhadap hasil yang diperoleh tim di akhir musim nanti. Saat ini, saya berharap bahwa Inzaghi dapat semakin menguatkan pondasi yang telah kokoh tersebut sembari mempercantik “bangunan” tim melalui permainan yang lebih atraktif, sehingga memperoleh hasil yang menggembirakan ketika musim berakhir.
Apakah kamu yakin Inzaghi dapat membawa INTER mempertahankan scudetto?. Mari berdiskusi di kolom komentar yang ada di bawah.